Salah satu penggugat uji materi pasal tentang HMP di Mahkamah Konstitusi (MK), Ray Rangkuti, mengatakan, etos kerja para pengusung hak menyatakan pendapat saat ini sangat tergantung pada etos kerja parpol. Dari sejumlah kondisi yang ada saat ini, mulai terlihat parpol tidak lagi menjadikan penuntasan kasus Century sebagai agenda utama. “Hak menyatakan pendapat Century sudah jadi alat tawar-menawar kekuasaan,” katanya ketika dihubungi Jumat (20/1).
Ray menjelaskan, ada sejumlah persoalan yang saling mengunci saat ini. Persoalan itu adalah kasus Gayus, perombakan kabinet, dan kasus Century. “Ketika kasus Century naik, kasus Gayus juga naik. Ketika ada wacana reshuffle, hak menyatakan pendapat akan mencuat. Dan akan seperti itu, saling mengunci. Akan pecah ketika Setgab (Sekretariat Gabungan) pecah,” katanya.
Pendapat senada dikemukakan pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito. Menurutnya, HMP hanya akan dijadikan sebagai gertak sambal dan politik transaksional oleh partai-partai politik di DPR. Partai-partai politik menjadikan HMP sebagai posisi tawar-menawar kepada presiden ketika wacana reshuffle sedang digulirkan. Partai-partai ingin bermanuver demi tujuan-tujuan transaksional dan bukan bertujuan untuk kepentingan rakyat selaku konstituen. “Mereka mengincar kursi tambahan atau mempertahnkan kursi yang sudah dimiliki di pemerintah,” tandasnya.
Ia menambahkan, HMP seharusnya ditujukan untuk mempertanyakan ketidakmampuan presiden memimpin negara dan bukan menjadikan wapres (wakil presiden) sebagai sasaran. Namun, ini terjadi karena tujuan partai dalam Setgab dan oposisi berbeda-beda. “Kasus Skandal Bank Century dan Gayus seharusnya dijadikan pintu untuk menyatakan HMP,” katanya.
Sikap PDIP
Sementara itu, pengamat politik dari UGM, Ari Dwipayana, menyesalkan keengganan PDIP untuk menggalang kembali HMP. PDIP inkonsisten karena takut kembali ditelikung dan dimanfaatkan oleh Partai Golkar yang mempunyai agenda setting maksimal melakukan pemakzulan Wapres Boedono. “Sikap PDIP amat inkonsisten. Sebagai partai oposisi harusnya mempunyai agenda setting sendiri dan menunjukkan sebagai partai oposisi yang bersikap tegas,” katanya.
Ia menambahkan, sebagai partai oposisi sebaiknya PDIP tidak terjebak pada politik transaksional yang biasa dilakukan partai oportunis seperti Golkar. PDIP seharusnya menunjukkan karakternya sebagai partai oposisi dengan cara melihat bahwa tanggung jawab penyelesaian skandal Bank Century berada di pundak presiden. “PDIP perlu menggalang opini publik bahwa skandal Century harus dituntaskan presiden karena ia merupakan penyelenggara pemerintah tertinggi,” katanya.
Sumber: Sinarharapan.com