INDONESIA ada dalam diri kita. Indonesia tak terpisahkan dengan kita. Indonesia akan selalu memanggil, dan kita tidak pernah bisa menolaknya.
Itulah sebabnya,Indonesia yang lebih baik adalah suatu keharusan, suatu keniscayaan.The better Indonesia adalah Indonesia yang lebih sejahtera, lebih demokratis, lebih adil – dan karenanya harus lebih antikorupsi,mesti lebih bersih dari mafia hukum. Untuk itulah,ikhtiar kita untuk terus mengupayakan Indonesia yang lebih antikorupsi, lebih antimafia, tidak boleh pernah berhenti. Ikhtiar demikian tentu tidak pernah mudah.Tantangan,bahkan ancaman, akan selalu siap menerkam dari berbagai penjuru mata angin.
Namun, kita semua yang mencintai Indonesia harus terus berjuang. Perjuangan tak pernah takut itulah yang akhir-akhir ini lantang kita suarakan.Utamanya dalam beberapa waktu terakhir, lebih khusus lagi dalam satu minggu terakhir. Pada Senin (24/1) lalu, setelah cukup lama tersandera masalah hukum, Jaksa Agung akhirnya menandatangani pengesampingan perkara demi kepentingan umum (deponeering) bagi dua pimpinan KPK: Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Terbebasnya dari beban hukum itu segera membuat taring KPK kembali tajam.
Meski sebelumnya tidak juga menumpul, status tersangka yang pernah di sandang keduanya tentulah mempunyai pengaruh – utamanya secara psikologis – bagi kinerja KPK. Dibebaskannya penyanderaan hukum bagi kedua pimpinan KPK tersebut, ditambah semangat dan darah segar baru dengan kehadiran sosok Busyro Muqoddas, KPK memang sudah sewajarnya berjalan dengan kecepatan lebih penuh. Apalagi periode kepemimpinan sekarang tinggal kurang dari satu tahun lagi. Pada November 2011, periode kepemimpinan KPK yang baru akan memulai masa pengabdiannya. KPK yang tancap gas itulah yang sekarang diperlukan.KPK punya peluang dan kapasitas untuk itu.
Jajak pendapat Lembaga Survei Indonesia terakhir, yang dirilis pada awal Januari ini,menyatakan dua dari tiga responden mempercayai KPK. Itu adalah dukungan tertinggi di antara lembaga penegak hukum di Tanah Air. Masa kerja yang kurang dari satu tahun lagi bukan suatu masalah. Waktu yang tersisa itu justru harus dimaksimalkan,tetap dalam kerangka kerja hukum yang profesional, untuk memperjelas dan menuntaskan kasus-kasus strategis dan penting. Tadi malam KPK kembali menunjukkan ikhtiar untuk Indonesia yang lebih antikorupsi itu tidak pernah dan tidak akan berhenti.
Terus bergeraknya penanganan kasus terkait suap cek pelawat sehubungan dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia – dengan ditahannya 19 mantan anggota DPR maupun anggota DPR yang masih aktif – menunjukkan KPK sekali lagi berada di garda depan untuk menjawab panggilan Indonesia yang lebih bersih. Saya paham betul, tugas KPK pasti tidak pernah mudah.Terlebih untuk kasus-kasus yang bertaut dan mempunyai dimensi politik. Kasus cek pelawat dinyatakan menarget partai PDI Perjuangan,lain soal Century dikaitkan dengan Partai Demokrat, dan perkara Gayus Tambunan dihubungkan dengan Partai Golkar. Upaya untuk menarik-narik persoalan politik demikian ke dalam ranah penegakan hukum tentu saja harus ditolak tegas-tegas, mesti ditolak mentah-mentah.
Dalam penegakan hukum, terlebih tindak pidana korupsi, pertimbangan atas berhenti atau berjalannya suatu kasus hanya bergantung pada bukti yang tak terbantahkan. Jika tidak ada bukti yang kuat, suatu kasus harus berhenti. Sebaliknya, jika bukti yang ada sangat kokoh,siapa pun orangnya, apa pun posisinya, dari kelompok mana pun dia, apa pun partai politiknya, penanganan kasus korupsinya harus terus berjalan tanpa henti. Melihat rekam jejak KPK, saya yakin KPK akan terus mempertahankan profesionalitas kerjanya untuk memperjelas dan menuntaskan kasuskasus yang dicoba terus dikaitkan dengan masalah politik tersebut.
Pada sisi yang lain, sedikit banyak tantangan KPK, dalam detail yang berbeda dialami pula oleh Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH).KPK punya periode kerja hingga November 2011.Satgas pun akan berakhir masa tugasnya – kecuali diperpanjang oleh Presiden – pada Desember 2011. Akhir-akhir ini upaya pemberantasan mafia hukum yang dilakukan Satgas juga berupaya terus digeser ke ranah politik oleh beberapa politikus. Padahal, anggota Satgas tidak ada kaitan maupun preferensi politik. Tak satu pun dari anggota Satgas yang merupakan anggota maupun kader partai politik.Mayoritas dari kami justru adalah akademisi sehingga dalam menjalankan tugas memberantas mafia hukum, kami hanya berpegang pada pertimbangan yuridis semata.
Perjuangan memberantas korupsi maupun memberantas mafia hukum memang perjuangan kembar siam, setali tiga uang. Dapat disimpulkan,semua praktik mafia hukum pasti merupakan tindak pidana korupsi. Karena itu, tantangan yang dihadapi KPK hampir serupa dengan ancaman yang dihadapi Satgas. Untuk itu, dukungan kepada KPK dan Satgas dari kelompok masyarakat yang menamakan dirinya Geram Hukum (Gerakan Rakyat Antimafia hukum), kami sambut dengan senang hati.Apalagi nama-nama yang ada di balik Geram Hukum adalah tokoh-tokoh masyarakat yang sudah jelas kredibilitas dan rekam jejaknya dalam komitmen antikorupsi. Dalam beberapa kesempatan terakhir, saya selalu katakan Satgas akan maju terus.
Kami tidak akan mundur selangkah pun. Meski kewenangan Satgas tidak memungkinkan masuk ke wilayah penegakan hukum yang represif seperti penyidikan, penahanan, dan sejenisnya, dalam batas kewenangan Satgas,kami akan terus berjuang menyelesaikan tugas yang diberikan Presiden untuk memberantas mafia hukum. Turbulensi politik yang Satgas hadapi beberapa waktu terakhir insya Allah makin membuktikan bahwa kami justru berhasil mengganggu zona nyaman (comfort zone) para pelaku mafia. Akhirnya, KPK, Satgas, Geram Hukum, dan siapa pun yang ingin Indonesia lebih baik harus terus maju ke medan juang,tak ada kata menyerah, apalagi kalah.
Mengutip salah satu pesan Twit dari Wimar Witoelar kepada saya. Ever forward, never backward. Maju terus, pantang mundur. Keep on fighting for the better Indonesia.(*)
DENNY INDRAYANA
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum Guru Besar Hukum Tata Negara UGM
sumber: seputar-indonesia.com